DI 04042022
Matius 7:1-2
“Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.
Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.
Apa itu menghakimi? Bnyk org yang berbeda pandangannya ttg apa itu menghakimi, dan org yg sebenarnya tdk sedang kita hakimi, dia bs merasa kita sedang menghakiminya.
Perhatikan kata ‘hakim’, kalau dlm budaya yg berlaku di Israel pd zaman setelah Yosua dan sebelum adanya raja di Israel, seorang hakim itu adalah orang yg memenuhi syarat utama untuk memangku jabatan ini haruslah orang yang berjiwa pahlawan, berani, dan ditunjuk (dipanggil) oleh Tuhan, ataupun dipilih secara aklamasi, bisa kita ambil kesimpulan bhw org menghakimi org lain adalah org yang merasa punya otoritas dr Tuhan, punya jiwa pahlawan dan punya pengertian yg lebih dr org lain. Tp apakah benar org itu punya otoritas dr Tuhan utk menghakimi suatu perkara? Di zaman ini tentu sdh berbeda konteksnya, namun kita jg mengenal istilah ‘dihakimi massa’, orang yg dengan sengaja memberikan vonis bersalah dan merasa berhak utk menjatuhkan sanksi atau hukuman. Tak jarang orang yg dihakimi massa ini akhirnya meninggal dunia, pasahal belum tentu org yg dihakimi itu benar-benar bersalah. Jadi sebenarnya amat mengerikan dampak tindakan menghakimi org lain, pdhal itu bukan wewenangnya.
Mengomentari tentu sah-sah saja, hak setiap org, itu bukan suatu kesalahan, menasehati itu jg baik, tapi selebihnya kita hrs berhati-hati krna bs saja kita ‘bablas’ melakukan tindakan menghakimi org lain. Jd batas yg masih bisa kita lakukan adalah : berkomentar, memberi pembuktian bhw yg org lain lakukan itu salah, dan kemudian kita menasehatinya. Tapi kalau kita melangkah lebih lanjut dgn memberikan ‘label’ negatif pd seseorg, padahal belum ada bukti bhw dia bersalah, itu akan membuat org lain ikut memandang negatif pd org itu. Kita tentu ingat bbrpa kisah nyata, hanya krna ada org yg meneriaki maling, jambret, dsbnya, org di sekitarnya langsung saja percaya, dan kita tahu akhirnya justru org yg dihakimi itu ialah sang korban, yang berteriak justru pelakunya. Apakah kita ini lebih hebat dr Tuhan sehingga merasa berhak menentukan nasib orang lain? Jadi lakukanlah hingga batas menegur dan jg menasehati, selebihnya serahkan pd pihak yg memang punya kewenangan utk menghakimi yaitu para hakim pengadilan utk urusan yang berkenaan dgn kasus-kasus yang sdh diatur dlm hukum dan undang-undang, utk kasus yg berkaitan dg kehidupan kerohanian, serahkan pd para pemimpin rohani yg sdh dipilih Tuhan dan memang punya otoritas utk itu.
Jgn ragu utk menegur kesalahan org lain, itu suatu kewajiban yg Tuhan sdh atur, tapi ingat bhw jgn kita menghakimi jika tidak diberikan otoritas dr Tuhan lewat lembaga gereja dan sinode yg ada.