Menguji Perbuatan Sendiri

DI 20092025

Galatia 6:4-5 ILT3
Namun hendaklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri dan pada waktunya dia akan memperoleh kemegahan hanya bagi dirinya sendiri dan bukannya bagi orang lain,
karena setiap orang akan menanggung tanggungannya sendiri.

Lebih banyak mana: membicarakan orang lain dgn segala kelebihan dan kekurangan yg dimilikinya, atau menguji diri sndri dgn jujur dan rindu memperbaiki diri?

Terkadang sebagian orang mudah dg teliti menemukan kesalahan dan kekurangan yg org lain miliki, sampai detail, hingga orang itu tak berkutik utk menyangkalnya. Dalam Lukas 6:42 dikatakan bhw :Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Saudara, biarlah aku mengeluarkan selumbar yang ada di dalam matamu, padahal balok yang di dalam matamu tidak engkau lihat? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.” Ayat ini mengingatkan kita utk intropeksi diri terlebih dahulu dgn teliti sblum kita menilai org lain. Dlm ayat lain diingatkan supaya kita jgn spt orang buta yg menuntun org buta (Matius 15:14). Jadi ujilah diri kita terlebih dahulu, bukan malah mengurusi hidup org lain.

Setiap org akan menerima kemuliaan utk dirinya sendiri, apa bangganya melihat org lain dimuliakan tp diri kita sendiri terpuruk dan gagal? Membicarakan keadaan orang lain memang lebih mengasyikan daripada mengakui kesalahan dan kekurangan yang kita miliki. Itulah sebabnya kenapa banyak org memilih utk memiliki idola: si idolanya ini bs mencapai apa yg tdk bs dia lakukan dan peroleh. Kebanggaannya ditaruhan pd diri org lain. Terkadang dlm didikan orang tua zaman dulu, anak dibebankan banyak harapan karena orgtua tak sanggup untuk meraihnya, akibatnya anak jadi tumpuan harapan dan tulang punggung keluarga, si anak tdk punya pilihan utk menjadi dirinya sendiri. Ujilah pekerjaan atau perbuatan yg kita lakukan, sudah beres belum? Karakter sdh oke belum? Rohani kita sdh dewasa?

Bangga pd prestasi org lain hanyalah satu impian yg semu, sementara realita sangat menyedihkan, mulailah lebih banyak waktu utk intropeksi diri sejujur-jujurnya.

This entry was posted in Renungan. Bookmark the permalink.